Sebelumnya, catatan ini bagiku pribadi adalah masih sekedar
nadhoriyyah (teorema) dan tachlil (analisa) saja, belum sampai pada ranah
tathbiq (praktek).
Akan tetapi karena dorongan Tautsiq li amanatil ilm (pesan
amanah ilmu), maka tetap harus aku sampaikan, siapa tahu sangat bermanfaat buat
sahabat-sahabatku sekalian yang telah berumah tangga, atau yang hendak berumah
tangga, sebagai sebuah pelajaran, sekaligus juga sebagai sebuah panjatan doa,
semoga aku kelak bisa seperti itu, insyaallah, Amin Ya Rabbal Alamin.
Dalam berumah tangga, salah satu kunci utama untuk bisa
terus berjalan harmonis, seimbang, dan sakinah (penuh ketenangan), maka syarat
utama adalah tentu saja adanya sikap saling timbal balik antar suami istri
dalam mawaddah (kasih sayang), dan unsur yang sangat dibutuhkan dalam kasih
sayang, adalah adanya romantisme yang terjalin dari sepasang suami istri, untuk
mengayuh biduk rumah tangganya dengan penuh kebahagiaan.
Boleh dikata, romantis adalah segalanya, dan ternyata hal
ini paling dituntut dari pihak laki-laki. Ringkasnya, pemegang kendali
permainan Romantis, paling dominan dipegang oleh laki- laki.
Catatan, dari sekian pengalaman pribadiku juga melalui
beberapa percakapan, rata-rata wanita menyukai pria yang romantis, dan sangat
berharap pasangannya (terutama suaminya) bisa romantis. Hanya saja, wanita
ternyata lebih suka memperoleh romantisme itu tanpa harus memintanya dengan
kata-kata (memilih diam). Oleh karena itu, dalam hal ini (keromantisan) lelaki
dituntut peka.
Berani aku bilang, pria yang tidak peka jika istrinya
"mengharapkannya" bersikap romantis, adalah pria yang berhati beku.
Oke, mungkin dia bisa memberi apapun, uang, anak dan sebagainya, akan tetapi
secara fitrah, wanita lebih suka diberi sikap yang romantis, meski mungkin lelakinya
kurang secara materi dan finansial, bahkan fisik.
Singkatnya, pria romantis adalah pria idaman wanita.
Ah, gemulai banget, nggak jantan sama sekali, mungkin
sebagian pria berpikir seperti itu, tetapi aku berani bilang, bahwa pria yang
berpikir seperti ini, adalah pria yang perasaannya tidak lembut dan kurang
peka.
Sebab ternyata Rasulullah, adalah sosok agung yang ternyata
sangat romantis terhadap istri-istrinya. Nah kan?
So, belajarlah romantisme dari Rasulullah, beliau lah qudwah
(panutan) kita dalam segala hal. Bahkan beliau sangat menganjurkan seluruh
ummatnya yang laki-laki untuk bersikap romantis pada istrinya, bersikap bijak,
tidak sekalipun menggunakan kekerasan fisik dalam segala keadaan. Perintah yang
disampaikan langsung baik melalui kata-kata dan perilaku beliau sendiri.
Perhatikan dalam sejarah hidup beliau, tidak sekalipun
beliau pernah memukul istrinya, sedikitpun. Tak ada data sejarah yang
menyatakan bahwa Rasulullah pernah memukul istrinya, meski terjadi prahara
dalam rumah tangganya.
Maka, tidak heran jika dalam sebuah artikel, salah satu
penulis wanita terkemuka di Saudi Arabia, Halimah Mudhaffar mempertanyakan soal
surat annisa' ayat 34, apakah kata "wadhribuhunna" disitu diartikan
dengan makna hakikinya, yaitu memukul? Atau adakah arti yang lain? Sebab
Rasulullah ternyata sama sekali tidak pernah memukul istrinya.
Oke, kembali pada topik, mungkin di antara kita ada yang
protes, tidak terima, mana bukti Nabi romantis?
Sangat banyak sekali, terutama momen-momen yang terekam dengan
Bunda Aisyah. Semisal ketika bunda minum, Rasul lalu mengambil gelas bunda dan
minum dari bibir gelas tempat bunda minum tadi.
Beliau juga menciumnya mesra, saat beliau berpuasa. Atau
ketika beliau mengajak bunda untuk menonton anak-anak Abbesinia yang sedang
bermain di masjid, dengan manja bunda meletakkan dagunya di pundak Rasul dan
Rasul membiarkannya.
Terkadang keduanya bercanda saling balap cepat saat
berjalan, sesekali Nabi yang menang, dan sesekali bunda yang menang.
Atau jika bunda Aisyah ingin sesuatu yang tentu saja tidak
terlarang, Rasul segera menuruti keinginannya. Sampai terkadang Rasul menyuruh
beberapa gadis anshar untuk menemani bunda bermain.
Pernah dalam suatu pagi, saat bunda sakit, dengan romantis
Rasul bertanya, bagaimana keadaanmu sayang?
Begitupula dengan istrinya-istrinya yang lain. Sebuah
momentum sangat indah, sebagaimana yang sering kita lihat atau kita dengar
dalam adegan-adegan antara seorang putri dengan pangeran, ternyata Rasulullah
juga melakukannya.
Saat Bunda Shafiyyah, hendak beliau naikkan ke sekedup di
ontanya, dengan sigap dan penuh sikap romantis Rasulullah segera duduk dengan
mengangkat salah satu pahanya untuk diinjak oleh bunda shafiyyah agar mudah
naik ke atas onta tadi. Laiknya seorang pangeran yang menaikkan tuan putri pada
kudanya, atau membukakan pintu mobilnya.
Aih, indah bukan buatan kan kawan?
Lebih dari itu, beliau sangat perhatian dengan seluruh
istrinya. Setiap usai sholat ashar, beliau mengunjungi istri-istrinya satu
persatu, sejenak berbincang dengan mereka, sebelum berhenti di kediaman Istri
yang menjadi giliran tempat menginap beliau malam itu.
Rasul pun bergilir mengajak salah satu istrinya untuk
menemaninya saat sedang bepergian, dengan cara mengundi mereka agar
menyertainya.
Jangan dikira istri-istri beliau tidak pernah ngambek, dalam
rumah tangga hal itu pasti terjadi. Nah bagaimana Rasul bersikap? Bahkan Rasul
pun pernah dicuekin sehari semalam oleh salah satu istrinya karena sesuatu hal.
Bahkan ada salah satu istrinya yang mendorong dada beliau
saat marah, sampai sang istri tadi dibentak ibunya, tapi bagaimana komentar
beliau? "Biarkan, tidak apa-apa, ini sudah biasa kok".
Pernah juga terjadi cekcok antara beliau dengan Bunda Aisyah
sampai sang ayah, Abu Bakar, menengah-nengahi keduanya, dan saking sebelnya,
bunda Aisyah sampai bilang, "kamu tuh yang ngaku-ngaku jadi Nabi itu
ya?", dan Rasul hanya menanggapinya dengan tersenyum lebar.
Tak sekalipun beliau menggunakan kata-kata kasar pada para
istrinya, para Ummul Mukminin, meski sedang marah. Paling parah adalah pernah
saat beliau mendiamkan mereka sekitar satu bulan gara-gara disindir tajam oleh
sebagian istrinya dan Rasul memilih menyendiri menenangkan diri untuk sementara
waktu.
Cukup banyak sekali dan begitu indah bukan apa yang beliau
contohkan? Sosok yang benar-benar sangat romantis sekali, sosok percontohan
untuk membina usroh (keluarga) yang sakinah dengan suasana penuh mawaddah dan
rahmah.
Pada akhirnya, romantis itu bisa dipelajari, dan harus
diingat juga bahwa romantis muncul dari rasa kasih sayang dari hati terdalam.
Romantis sangat berbeda sekali dengan penggombalan (meski secara tampilan muka,
hampir sama, makanya banyak wanita tidak bisa membedakan), karena gombal
identik sekali dengan pembohongan dan memang berangkat dari situ.
Akhir Catatan, laki-laki romantis, rata-rata adalah
laki-laki yang sangat menikmati ketenangan bersikap dalam dirinya, tidak mudah
panik serta biasanya begitu care dengan hal sekecil apapun. Dan bagi wanita
sendiri, keberuntungan hidup luar dalam baginya saat dia memperoleh pasangan
yang romantis. Wallahu a'lam. (*)
copy by gus alawy
0 komentar:
Posting Komentar