Wajah Mulia Kanjeng Nabi

Wajah Mulia Kanjeng Nabi


Konon ceritanya ada seorang yang hidup pada zaman Nabi, yang begitu membenci beliau, bahkan orang itu sangat berhasrat untuk membunuh Kanjeng Nabi, padahal ia hanya “tahu sedikit” tentang Kanjeng Nabi, bertatap muka pun boleh dibilang ia tak pernah. Pada saat kebenciannya memuncak, ia meraih pedang perangnya, kemudian ia bergegas menuju kediaman Nabi dengan pedang terhunus, bermaksud hendak membunuh kanjeng Nabi. Sesampainya di rumah Nabi, seorang sahabat yang ada dalam rumah membukakan pintu. Seketika “sang pembenci” itu merengsek masuk dengan pedang terhunus siap tebas, ia berseru; “Kau kah Muhammad yang menyebarkan agama baru?” Sahabat tadi berkata; “Sabar…sabar…!! Aku bukan Muhammad yang kau cari, tunggu sejenak akan kupanggilkan Rasulullah.” Tak berselang lama, Kanjeng Nabi keluar menemui “tamunya”. Seketika setelah melihat wajah mulia Kanjeng Nabi, “sang pembenci” itu luluh. Tangan dan tubuhnya gemetar, matanya tak berkedip memandang “wajah elok” Kanjeng Nabi, seraya ia berteriak; “Sungguh celaka aku, aku tak pernah tahu sebelumnya, bahwa orang yang hendak aku bunuh ini, mempunyai “wajah yang teduh” yang darinya aku bisa menerka, tak ada kebohongan dan tak ada tanda keculasan. Cahaya yang terpencar adalah cahaya kebaikan. Salah, sungguh salah jika aku membunuhnya.” Setelah ia melemparkan pedangnya ia bersimpuh di hadapan Nabi dan bersyahadat ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLALLAH WASYHADU ANNA MUHAMADAN RUSULULLAH Seseorang memang bisa punya tanggapan dan kesan yang keliru, karena ke “tidak tahu”anya, apalagi kalau telah dipropaganda sedemikian rupa dan diprovokasi dengan hebat, pasti yang tertanam dalam dirinya adalah kebencian dan tak ada kebaikan sedikitpun terlihat, meski sehebat apapun, orang yang dicitrakan buruk itu. Yang menista Kanjeng Nabi dengan karikatur-karikaturnya, bisa jadi berada ditataran ini, mereka hanya “tahu sedikit” tentang Rasulullah, dan kepada mereka terlampau banyak “propaganda negatip” dilancarkan untuk menggambarkan keburukan Islam dan Nabinya, sehingga bagi mereka menyebarkan keburukan Islam dan Nabinya adalah “perjuangan dan ibadah. Boleh jadi ungkapan tak kenal maka tak sayang, berlaku disini. Jika akar masalahnya terletak pada kesan dan tanggapan yang keliru karena ‘informasi’nya keliru , maka tugas kita bersama, bukanlah berjingkrak jingkrak di depan mereka, menenteng ‘spanduk protes’ ke sini dan kesana, membakar apa yang ada dan memvonis mati pelakunya, karena semua itu tak akan mampu mengubah suasana dan menghentikan “pencitraan” buruk terhadap Islam dan Nabinya, karena salah-salah malah bisa dijadikan dasar penguat “citra buruk “itu. Yang mesti dijalankan dengan penuh kesungguhan adalah ihtiar untuk mengubah citra buruk terhadap Islam, yang telah lama ditebarkan dan menghunjam kuat di hati sanubari sebagaian besar orang Barat. Persoalan yang muncul kemudian adalah bahwa kita tak punya alat yang cukup untuk memberikan bantahan dan pencerahan kepada orang orang “yang tersesat informasi” tentang Islam, baik di barat maupun dimanapan mereka berada, karena surat kabar dan televisi kita tak punya. Jangankan yang berskala Internasional, yang Nasional pun kita tak punya, padahal keduanya kini terhitung sebagai “kekuatan keempat” setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Protes atas penistaan itu memang harus dilancarkan, namun energi terbesar haruslah diarahkan buat mewujudkan mass media Islam yang me-Nasional dan bahkan mengi-Internasional, karena hal itu adalah juga Jihad yang besar dan berat.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda, Semoga Bermanfaat.. :) :D

Allah Karim

Asma ul Khusna

Diberdayakan oleh Blogger.

Postingan

Perangai

Sepercik Pemikiran

Jabir bin Samurah meriwayatkan, Betis Rasulullah kecil dan lembut (sesuai dengan postur tubuh beliau) Tawa Rasulullah adalah senyuman. Ketika saya memandang beliau, saya dapat menyatakan, ‘Kedua mata beliau sangat hitam, namun bukan disebabkan oleh celak’ (HR Tirmidzi, Ahmad dan Hakim)
Abdullah bin Harits bin Jaza’ meriwayatkan, Saya tidak pernah melihat seseorang yang lebih sering tersenyum daripada Rasulullah. (HR Tirmidzi dan Ahmad)
Allohumma Sholli Wa Sallim Wabarik Alaih